Susah Air Bersih, Minim Tempat Sampah

Susah Air Bersih, Minim Tempat Sampah

\"coverstory\"SELAIN Argasunya, kampung nelayan juga termasuk daerah yang masih terisolir. Kumuh, dan pembangunan berjalan lamban. Padahal lokasinya tidak jauh dari jantung Kota Cirebon. Permukiman yang letaknya tepat berada di bibir pantai ini adalah kampung yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Kampung nelayan sangat potensial menjadi daerah yang kumuh karena mayoritas masyarakatnya kurang mampu. Penduduk yang tinggal di kampung ini pun memiliki karakteristik tradisional dengan kondisi sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan terbatas. Kondisi sosial masyarakat kampung nelayan yang seperti ini membuat mereka sulit untuk mendapatkan kebutuhan bermukim yang memadai. Bahkan, masyarakat kampung nelayan cenderung menjadi subjek yang menanggung permasalahan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yakni rendahnya pengetahuan dan lemahnya ekonomi, sehingga aktivitas mereka juga sering menyebabkan tekanan terhadap lingkungan kampung nelayan yang berlanjut pada kerusakan ekosistem yang ada di sana. Pendidikan di kampung nelayan tersebut maksimal SMA 50 persen. Karena kebanyakan yang lulusan SMA atau SMK langsung bekerja dan orang tuanya tidak mampu untuk membiayai anaknya kuliah. SD dan SMP juga jauh tidak ada di lokasi tersebut, sehingga membuat anak malas untuk bersekolah. Penghasilan sebagai seorang nelayan tidak bisa ditentukan. Jika penghasilan tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, para nelayan tersebut mencari penghasilan lain dengan berjualan atau mencari rongsok. \"Lebih baik waktunya digunakan untuk bekerja karena bisa dapat uang,\" ujar Desi (20), salah satu warga di Kampung Pesisir. Pendidikan terakhir Desi adalah sekolah dasar. Ayahnya seorang nelayan, dan sampai sekarang ia hanya membantu sang ayah menjual ikan. Menurut Desi, biaya pendidikan saat ini mahal. Alasan itulah yang membuatnya tak melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi. \"Ekonomi di keluarga pas-pasan hanya untuk makan sehari-hari. Kalau untuk sekolah lagi butuh uang lagi. Tahu sendiri nelayan penghasilannya gak tentu, apalagi sekarang lagi sepi,\" ungkapnya. Selain tingkat pendidikan yang rendah, pembangunan infrastruktur di Kampung Pesisir pun tertinggal. Hal itu terlihat dari akses jalan utama saat memasuki Kampung Pesisir di Jl Nelayan. \"Jalan utamanya masih kurang bagus, malah jalan yang di gang-gang bagus,\" ujar Nur (28). Selain infrastruktur jalan yang terlihat masih rusak, warga juga kesulitan mencari air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, warga masih mendapatkan dari sumur bor. \"Kita hanya berharap kepada pemkot untuk memasang pipa PAM yang nantinya bisa dialiri air bersih, kebanyakan masih pakai sumur yang airnya kadang kotor,\" lanjutnya. Nur berharap, pemerintah dapat memperhatikan kondisi ini, terutama infrastruktur jalan dan air bersih. \"Karena sumber air bersih sedikit, jadi kami harus antre mendapatkan air untuk dipakai memasak makanan dan minuman, apalagi sekarang musim kemarau,\" keluhnya. Tak hanya infrastruktur jalan yang tak memadai dan kurangnya air bersih, warga kampung nelayan pun mengeluhkan kurangnya tempat pembuangan sampah dan toilet bersih. Seperti yang dikatakan Tarjuki (42). Warga RT 7 RW 10 Pesisir Utara itu mengatakan, TPS di tempat tinggalnya harus ditambah. \"Cuma ada satu di depan dekat jalan raya aja. Banyak warga yang akhirnya membuang sampah di sekitar rumah dan akhirnya menumpuk,\" katanya. Selain itu, kata Tarjuki, warga kekurangan toilet umum yang bersih. Di RW 10 saja, lanjut dia, hanya ada dua toilet bersih. \"Itu juga satunya udah mulai gak berfungsi,\" tuturnya. Belum selesai sampai di situ, selain minimnya fasilitas dan sarana pra sarana, aktivitas nelayan di kampung ini pun terganggu akibat aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon. Karena polusi debu batu bara dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. \"Kami nelayan jadi jarang melaut, ada juga yang melaut sampai ke luar Jawa bahkan ke luar negeri seperti ke perairan di Malaysia hingga Taiwan. Kasian mereka sampai rela meninggalkan keluarga bertahun-tahun untuk melaut,\" ujar Agus, salah seorang nelayan. Agus sendiri memilih tetap melaut di perairan Cirebon, meski terkadang berhari-hari ia tak mendapatkan uang karena tak melaut. Agus dan para nelayan di kampung nelayan sangat mendukung rencana penutupan aktivitas bongkar muat batubara yang direkomendasikan Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon kepada Kementerian Lingkungan Hidup (LH) di Pelabuhan Cirebon. \"Dukung sekali, yang kasian anak-anak kan debunya sampe bikin sesak nafas,\" ucapnya. Sempat membaca kabar soal suhu politik di Kota Cirebon, Agus pun berharap para petinggi dan pejabat di Kota Cirebon baiknya memperhatikan rakyat dan terus membangun daerah-daerah yang tertinggal, bukan malah mempermasalahkan internal pemerintahan. \"Urusin aja dulu rakyatnya, percuma ribut-ribut di atas kita gak ngerti. Yang kita butuhkan cuma kepekaan pemerintah terhadap permasalahan warganya,\" harapnya. (mike dwi setiawati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: